Artikel Keperawatan

ARTIKEL

Pengaruh Pendidikan Kesehatan Metode Ceramah Terhadap Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Orang Tua Dalam Pemilihan Alat Permainan Edukatif (APE) Pada An …..

Post : 2012-05-25

Author : Zusanti Widya N

Abstrak :Pengaruh Pendidikan Kesehatan Metode Ceramah Terhadap Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Orang Tua Dalam Pemilihan Alat Permainan Edukatif (APE) Pada Anak Usia Pra Sekolah (3 – 5) Tahun di PAUD C

Educational Games Tool is a tool that can optimize the game development of children, adjusted for age and developmental level. One means of stimulating cognitive skills, language, motor, and psychosocial child is with the toy. In play children still need a companion. The purpose of this study was to identify the influence of health education on knowledge, attitudes, and actions of parents in the selection of educational games equipment (ape) in pre-school age children (3-5) years.

The design of this study using the method Quasy Experiment. Independent variable is the health education lecture method and the dependent variable is the knowledge, attitudes, and parents actions. Sampel in this study were taken by Non-Probability Sampling methods and use of purposive sampling technique and obtained 14 respondents, namely parents who meet the criteria for inclusion in PAUD Cahaya Surabaya. These data were taken at 3 to 7 January 2011 with using a questionnaire and observation. The results of this study were analyzed using the Wilcoxon Signed Rank Test and Mann Whitney test with a significance value of knowledge the attitude is Ï• = 0.007 Ï• = 0.002, and the action is Ï• = 0.026.

Conclusion The results of this study is health education have an influence on knowledge, attitudes, and actions of parents in the selection of toys educational at pre school age children. Advice for parents is to continue to play an active role in the process of development of the child. So the child can develop optimally.

Keyword: health education, parents′ behavior, toys educational

keperawatan

Pengaruh Penerapan Komunikasi Terapeutik Terhadap Sikap Kepatuhan Minum Obat Pasien Tuberkulosis di Puskesmas Reo Kabupaten Manggarai NTT …..

Post : 2012-05-25

Author : Mohammad Saleh

Abstrak :

Pengaruh Penerapan Komunikasi Terapeutik Terhadap Sikap Kepatuhan Minum Obat Pasien Tuberkulosis di Puskesmas Reo Kabupaten Manggarai NTT

Tuberculosis is an infectious disease with a worldwide dispersion due to its high morbidity and mortality rates. Patient’ compliance is needed in the use of anti-tuberculosis drugs. Otherwise, the use of such drugs may lead to resistance. The purpose of this study research was to analyze effect of the application of therapeutic communication on to medication compliance attitude in tuberculosis patients at the working area of community health center Reo, District of Manggarai, East Nusa Tenggara. This research was a quasy – experimental study with pre and pst-test control group design. Population in this study comprised intensive-phase tuberculosis pasients. They were enrolled using purposive samping. Sixteen respondents were available. Eight respondents served as the treatment group and control group consisted of the other 8 respondents. Instrument on the independent variables of this research was the implementation of communication therapeutic strategies in the provision of anti – tuberculosis drugs, while the instrument in the dependent variable was the attitude of medication compliance. Data were analyzed using the Wilcoxon Signed Rank Test and Mann-Whitney U Test.

The result of the application of therapeutic communication to attitude of medication compliance among tuberculosis patients in CHC Reo, District of Manggarai, East Nusa Tenggara revealed difference between pre-test and post-test in the treatment group and the result was significant (p = 0.012). Whereas, in control group pre-test and post-test results were not significant (p = 0.205). The relationship between treatment group and control group was significant (p = 0.019), showing the effect of the application of therapeutic communication on the attitude of medication compliance among tuberculosis patients in CHC Reo, District of Manggarai, East Nusa Tenggara. It can be concluded that therapeutic communication can affect the attitude of medication compliance in tuberculosis patient. Further studies should elaborate medication attitude of tuberculosis patients.

Keywords: attitude of compliance, therapeutic communication, tuberculosis treatment

Artikel

ARTIKEL

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Perawat Dalam Melaksanakan Tindakan Oral Hygiene Pada Pasien Tidak Sadar di Ruang Instalasi Perawata …..

Post : 2012-05-25

Author : Achmad Sutarjo

Abstrak :Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Perawat Dalam Melaksanakan Tindakan Oral Hygiene Pada Pasien Tidak Sadar di Ruang Instalasi Perawatan Intensif Rumah Sakit Muhammadiyah Lamonga

Motivation of the nurses in oral hygiene care is needed for unconscious patient. In these patients the cerebral fuction is depressed, therefore it requires total care. Oral hygiene presedur will prevent the infection and provide comfort of oral cavity. This study was to analyze factors that influence the motivation of nurses in performing oral hygiene procedure, i.e., education, years of service, position, knowledge, perception of standard operational procedure. This research was conducted in the Intensive Care Installation, Lamongan, Muhammadiyah Hospital, in January 2011. This was a cross sectional study. The sample in this study included all available nurses amounted to 14 nurses. Data analysis was performed by Spearmen Rho test with significance level p â º/ºº¤ 0,005. Result showed that knowledge, perception of standard operating procedures, and the availability of equipment were related with nurses’ motivation in oral hygiene procedure. The predominant factor was the knowledge, with significance of p=0,002.

This study concluded that the motivation of oral hygiene is related higher knowledge can make higher motivation, becouse knowledge abaout oral hygiene make perception so motivation can be increase, if perception of standard operating procedures is higher motivation can be will, if availability of equipment because can be will availability of equipment make work nurses can be easy so motivation can be increase

Keyword: oral hygiene, motivation nurses, unconscious patients.

keperawatan jiwa

Dec

28

KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

PENGERTIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

  1. Menurut American Nurses Associations (ANA)

Keperawatan jiwa adalah area khusus dalam praktek keperawatan yang menggunakan ilmu tingkah laku manusia sebagai dasar dan menggunakan diri sendiri secara teraupetik dalam meningkatkan, mempertahankan, memulihkan kesehatan mental klien dan kesehatan mental masyarakat dimana klien berada (American Nurses Associations).

  1. Menurut WHO

Kes. Jiwa bukan hanya suatu keadaan tdk ganguan jiwa, melainkan mengandung berbagai karakteristik yg adalah perawatan langsung, komunikasi dan management, bersifat positif yg menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yg mencerminkan kedewasaan kepribadian yg bersangkutan.

  1. Menurut UU KES. JIWA NO 03 THN 1966

Kondisi yg memungkinkan perkembangan fisik, intelektual emosional secara optimal dari seseorang dan perkebangan ini selaras dgn orang lain.

Keperawatan jiwa adalah pelayanan keperawatan profesional didasarkan pada ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus kehidupan dengan respons psiko-sosial yang maladaptif yang disebabkan oleh gangguan bio-psiko-sosial, dengan menggunakan diri sendiri dan terapi keperawatan jiwa ( komunikasi terapeutik dan terapi modalitas keperawatan kesehatan jiwa ) melalui pendekatan proses keperawatan untuk meningkatkan, mencegah, mempertahankan dan memulihkan masalah kesehatan jiwa klien (individu, keluarga, kelompok komunitas ).

Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berusaha untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku sehingga klien dapat berfungsi utuh sebagai manusia.

Prinsip keperawatan jiwa terdiri dari empat komponen yaitu manusia, lingkungan, kesehatan dan keperawatan.

  • Manusia

Fungsi seseorang sebagai makhluk holistik yaitu bertindak, berinteraksi dan bereaksi dengan lingkungan secara keseluruhan. Setiap individu mempunyai kebutuhan dasar yang sama dan penting. Setiap individu mempunyai harga diri dan martabat. Tujuan individu adalah untuk tumbuh, sehat, mandiri dan tercapai aktualisasi diri. Setiap individu mempunyai kemampuan untuk berubah dan keinginan untuk mengejar tujuan personal. Setiap individu mempunyai kapasitas koping yang bervariasi. Setiap individu mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputuasan. Semua perilaku individu bermakna dimana perilaku tersebut meliputi persepsi, pikiran, perasaan dan tindakan.

  • Lingkungan

Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam dirinya dan lingkungan luar, baik keluarga, kelompok, komunitas. Dalam berhubungan dengan lingkungan, manusia harus mengembangkan strategi koping yang efektif agar dapat beradaptasi. Hubungan interpersonal yang dikembangkan dapat menghasilkan perubahan diri individu.

  • Kesehatan

Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang menunjukkan salah satu segi kualitas hidup manusia, oleh karena itu, setiap individu mempunyai hak untuk memperoleh kesehatan yang sama melalui perawatan yang adekuat.

  • Keperawatan

Dalam keperawatan jiwa, perawat memandang manusia secara holistik dan menggunakan diri sendiri secara terapeutik. Metodologi dalam keperawatan jiwa adalah menggunakan diri sendiri secara terapeutik dan interaksinya interpersonal dengan menyadari diri sendiri, lingkungan, dan interaksinya dengan lingkungan. Kesadaran ini merupakan dasar untuk perubahan. Klien bertambah sadar akan diri dan situasinya, sehingga lebih akurat mengidentifikasi kebutuhan dan masalah serta memilih cara yang sehat untuk mengatasinya. Perawat memberi stimulus yang konstruktif sehingga akhirnya klien belajar cara penanganan masalah yang merupakan modal dasar dalam menghadapi berbagai masalah.

Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerja sama antara perawat dengan klien, dan masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal ( Carpenito, 1989 dikutip oleh Keliat,1991).

Perawat memerlukan metode ilmiah dalam melakukan proses terapeutik tersebut, yaitu proses keperawatan. Penggunaan proses keperawatan membantu perawat dalam melakukan praktik keperawatan, menyelesaikan masalah keperawatan klien, atau memenuhi kebutuhan klien secara ilmiah, logis, sistematis, dan terorganisasi. Pada dasarnya, proses keperawatan merupakan salah satu teknik penyelesaian masalah (Problem solving). Proses keperawatan bertujuan untuk memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan dan masalah klien sehingga mutu pelayanan keperawatan menjadi optimal. Kebutuhan dan masalah klien dapat diidentifikasi, diprioritaskan untuk dipenuhi, serta diselesaikan. Dengan menggunakan proses keperawatan, perawat dapat terhindar dari tindakan keperawatan yang bersifat rutin, intuisis, dan tidak unik bagi individu klien. Proses keperawatan mempunyai ciri dinamis, siklik, saling bergantung, luwes, dan terbuka. Setiap tahap dapat diperbaharui jika keadaan klien klien berubah.
Tahap demi tahap merupakan siklus dan saling bergantung. Diagnosis keperawatan tidak mungkin dapat dirumuskan jika data pengkajian belum ada. Proses keperawatan merupakan sarana / wahana kerja sama perawat dan klien. Umumnya, pada tahap awal peran perawat lebih besar dari peran klien, namun pada proses sampai akhir diharapkan sebaliknya peran klien lebih besar daripada perawat sehingga kemandirian klien dapat tercapai. Kemandirian klien merawat diri dapat pula digunakan sebagai kriteria kebutuhan terpenuhi dan / atau masalah teratasi.

Manfaat Proses Keperawatan Bagi Perawat.

  1. Peningkatan otonomi, percaya diri dalam memberikan asuhan keperawatan.
  2. Tersedia pola pikir/ kerja yang logis, ilmiah, sistematis, dan terorganisasi.
  3. Pendokumentasian dalam proses keperawatan memperlihatkan bahwa perawat bertanggung jawab dan bertanggung gugat.
  4. Peningkatan kepuasan kerja.
  5. Sarana/wahana desimasi IPTEK keperawatan.
  6. Pengembangan karier, melalui pola pikir penelitian.

Bagi Klien  :

  1. Asuhan yang diterima bermutu dan dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
    b. Partisipasi meningkat dalam menuju perawatan mandiri (independen care).
    c.    Terhindar dari malpraktik.

Keperawatan Jiwa merupakan suatu bidang spesialisasi praktik keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan penggunaan diri sendiri secara terapeutik sebagai kiatnya. Praktik keperawatan jiwa terjadi dalam konteks sosial dan lingkungan. Perawat jiwa menggunakan pengetahuan dari ilmu-ilmu psikososial, biofisik, teori-teori kepribadian dan perilaku manusia untuk menurunkan suatu kerangka kerja teoritik yang menjadi landasan praktik keperawatan.

Kesehatan jiwa merupakan kondisi yang memfasilitasi secara optimal dan selaras dengan orang lain, sehingga tercapai kemampuan menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain, masyarakat dan lingkungan, keharmonisan fungsi jiwa, yaitu sanggup menghadapi problem yang biasa terjadi dan merasa bahagia. Sehat secara utuh mencakup aspek fisik, mental, sosial, dan pribadi yang dapat dijelaskan sebagi berikut.Kesehatan fisik, yaitu proses fungsi fisik dan fungsi fisiologis, kepadanan, dan efisiensinya.
Indikator sehat fisik yang paling minimal adalah tidak ada disfungsi, dengan indikator lain (mis. tekanan darah, kadar kolesterol, denyut nadi dan jantung, dan kadar karbon monoksida) biasa digunakan untuk menilai berbagai derajat kesehatan.Kesehatan mental/psikologis/jiwa, yaitu secara primer tentang perasaan sejahtera secara subjektif, suatu penilaian diri tentang perasaan seseorang, mencakup area seperti konsep diri tentang kemampuan seseorang, kebugaran dan energi, perasaan sejahtera, dan kemampuan pengendalian diri internal, indikator mengenai keadaan sehat mental/psikologis/jiwa yang minimal adalah tidak merasa tertekan/ depresi.

Jadi dapat disimpulkan bahwa kesehatan jiwa adalah bagian integral dari kesehatan dan merupakan kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, dan sosial individu secara optimal, dan selaras dengan perkembangan dengan orang lain.

Kesehatan sosial, yaitu aktivitas sosial seseorang. Kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas, berperan, dan belajar berbagai keterampilan untuk berfungsi secara adaptif di dalam masyarakat. Indikator mengenai status sehat sosial yang minimal adalah kemampuan untuk melaksanakan tugas dan keterampilan dasar yang sesuai dengan peran seseorang.

Kesehatan pribadi adalah suatu keadaan yang melampaui berfungsinya secara efektif dan adekuat dari ketiga aspek tersebut di atas, menekankan pada kemungkinan kemampuan, sumber daya, bakat dan talenta internal seseorang, yang mungkin tidak dapat/ akan ditampilkan dalam suasana kehidupan sehari-hari yang biasa.

Menurut pedoman asuhan keperawatan jiwa rumah sakit umum atau pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) sehat pribadi berarti bahwa di dalam diri seseorang terdapat potensi dan kemampuan untuk memenuhi dan menyelesaikan dimensi lain dari dirinya, hal yang tidak bersifat instrumental, dan yang memungkinkan perkembangan optimal seseorang. Indikator minimal dari kesehatan pribadi adalah ada minat yang nyata terhadap aktivitas dan pengalaman yang memungkinkan seseorang untuk menembus keadaan “status quo”.

Psikiatri dan kesehatan jiwa Indonesia menggunakan pendekatan elektik-holistik yang melihat manusia dan perilakunya baik dalam keadaan sehat maupun sakit, sebagai kesatuan yang utuh dari unsur-unsur organo-biologis (bio-sistem), psiko edukatif/ psikodinamik (psiko-sistem), dan sosio-kultural (sosio-sistem).

Pendekatan ini berarti bahwa kita harus dapat melihat kondisi manusia dan perilakunya, baik dalam kondisi sehat maupun sakit, secara terinci “detail” dalam ketiga aspek tersebut di atas (ekletik), tetapi menyadari bahwa ketiga aspek tersebut saling berkaitan dan merupakan satu kesatuan yang utuh sebagai satu sistem (holistik).

Jadi jelas dengan pendekatan ini kita memperhatikan faktor psikologis dan sosial atau psikososial di samping faktor biologis di dalam melaksanakan upaya kesehatan.
Proses keperawatan pada klien dengan masalah kesehatan jiwa merupakan tantangan yang unik karena masalah kesehaan jiwa mungkin tidak dapat dilihat langsung, saperti pada masalah kesehatan fisik yang memperlihatkan bermacam gejala dan disebabkan berbagai hal. Kejadian masa lalu yang sama dengan kejadian saat ini, tetapi mungkin muncul gejala yang berbeda dan kontradiksi. Kemampuan mereka untuk berperan dalam menyelesaikan masalah juga bervariasi. Hubungan saling percaya antara perawat dan klien merupakan dasar utama dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien gangguan jiwa. Hal ini penting karena peran perawat dalam asuhan keperawatan jiwa adalah membantu klien untuk dapat menyelesaikan masalah sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Klien mungkin menghindar atau menolak berperan serta dan perawat mungkin cenderung membiarkan, khususnya terhadap klien yang tidak menimbulkan keributan dan tidak membahayakan.

Hal itu harus dihindari karena :

  • Belajar menyelesaikan masalah akan lebih efektif jika klien ikut berperan serta.
  • Dengan menyertakan klien maka pemulihan kemampuan klien dalam
  • mengendalikan kehidupannya lebih mungkin tercapai.
  • Dengan berperan serta maka klien belajar bertanggung jawab terhadap pelakunya.

Peran dan Fungsi Perawat Jiwa Defenisi dan Uraian Keperawatan Jiwa

Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya meningkatkan dan mempertahankan perilaku pasien yang berperan pada fungsi yang terintegrasi. Sistem pasien atau klien dapat berupa individu, keluarga, kelompok, organisasi atau komunitas. ANA mendefiniskan keperawatan kesehatan jiwa sebagai Suatu bidang spesialisasi praktik keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan pengunaan diri yang bermanfaat sebagai kiatnya. Praktik kontemporer keperawatan jiwa terjadi dalam konteks sosial dan lingkungan.

Peran keperawatan jiwa profesional berkembang secara kompleks dari elemen historis aslinya. Peran tersebut kini mencakup dimensi kompetensi klinis, advokasi pasien-keluarga, tanggung jawab fiskal, kolaborasi antardisiplin, akuntabilitas sosial, dan parameter legal-etik.

Center for Mental Health Services secara resmi mengakui keperawatan kesehatan jiwa sebagai salah satu dari lima inti disiplin kesehatan jiwa. Perawat jiwa menggunakan pengetahuan dari ilmu psikososial, biofisik,, teori kepribadian, dan perilaku manusia untuk mendapatkan suatu kerangka berpikir teoritis yang mendasari praktik keperawatan.
Berikut ini adalah dua tingkat praktik keperawatan klinis kesehatan jiwa yang telah diidentifikasi.
1. Psychiatric-mental health registered nurse (RN)

adalah perawat terdaftar berlisensi yang menunjukkan keterampilan klinis dalam keperawatan kesehatan jiwa melebihi keterampilan perawat baru di lapangan. Sertifikasi adalah proses formal untuk mengakui bidang keahlian klinis perawat.

  1. Advanced practice registered nurse ini psychiatric-mental health (APRN-PMH)
    adalah perawat terdaftar berlisensi yang minimal berpendidikan tingkat master, memiliki pengetahuan mendalam tentang teori keperawatan jiwa, membimbing praktik klinis, dan memiliki kompetensi keterampilan keperawatan jiwa lanjutan. Perawat kesehatan jiwa pada praktik lanjutan dipersiapkan untuk memiliki gelar master dan doktor dalam bidang keperawatan atau bidang lain yang berhubungan.
  2. Rentang Asuhan Tatanan Tradisional

Untuk perawat jiwa meliputi fasilitas psikiatri, pusat kesehatan jiwa masyarakat, unit psikitari di rumah sakit umum, fasilitas residential, dan praktik pribadi. Namun, dengan adanya reformasi perawatan kesehatan, timbul suatu tatanan alternatif sepanjang rentang asuhan bagi perawat jiwa.

Banyak rumah sakit secara spesifik berubah bentuk menjadi sistem klinis terintegrasi yang memberikan asuhan rawat inap, hospitalisasi parsial atau terapi harian, perawatan residetial, perawatan di rumah, dan asuhan rawat jalan.

Tatanan terapi di komunitas saat ini berkembang menjadi foster care atau group home, hospice, lembaga kesehatan rumah, asosiasi perawat kunjungan, unit kedaruratan, shelter, nursing home, klinik perawatan utama, sekolah, penjara, industri, fasilitas managed care, dan organisasi pemeliharaan kesehatan.

Tiga domain praktik keperawatan jiwa kontemporer meliputi :

(1) Aktivitas asuhan langsung

(2) Aktivitas komunikasi

(3) Aktivitas penatalaksanaan
Fungsi penyuluhan, koordinasi, delegasi, dan kolaborasi pada peran perawat ditunjukkan dalam domain praktik yang tumpang tindih ini.Berbagai aktivitas perawat jiwa dalam tiap-tiap domain dijelaskan lebih lanjut. Aktivitas tersebut tetap mencerminkan sifat dan lingkup terbaru dari asuhan yang kompeten oleh perawat jiwa walaupun tidak semua perawat berperan serta pada semua aktivitas.

Selain itu, perawat jiwa mampu melakukan hal-hal berikut ini:

  1. Membuat pengkajian kesehatan biopsikososial yang peka terhadap budaya.
  2. Merancang dan mengimplementasikan rencana tindakan untuk pasien dan keluarga yang mengalami masalah kesehatan kompleks dan kondisi yang dapat menimbulkan sakit.
  3. Berperan serta dalam aktivitas manajemen kasus, seperti mengorganisasi, mengakses, menegosiasi, mengordinasi, dan mengintegrasikan pelayanan perbaikan bagi individu dan keluarga.
  4. Memberikan pedoman perawatan kesehatan kepada individu, keluarga,dan kelompok untuk menggunakan sumber kesehatan jiwa yang tersedia di komunitas termasuk pemberian perawatan, lembaga,teknologi,dan sistem sosial yang paling tepat.
  5. Meningkatkan dan memelihara kesehatan jiwa serta mengatasi pengaruh gangguan jiwa melalui penyuluhan dan konseling.
  6. Memberikan asuhan kepada pasien penyakit fisik yang mengalami masalah psiokologis dan pasien gangguan jiwa yang mengalami masalah fisik.
  1. Mengelola dan mengordinasi sistem asuhan yang mengintegrasikan kebutuhan pasien, keluarga,staf, dan pembuat kebijakan.
  2. 5 PRINSIP-PRINSIP KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA
  • Roles and functions of psychiatric nurse : competent care (Peran dan fungsi keperawatan jiwa : yang kompeten).
  • Therapeutic Nurse patient relationship (hubungan yang terapeutik antara perawat dengan klien).
  • Conceptual models of psychiatric nursing (konsep model keperawatan jiwa).
  • Stress adaptation model of psychiatric nursing (model stress dan adaptasi dalam keperawatan jiwa).
  • Biological context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan biologis dalam keperawatan jiwa).
  • Psychological context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan psikologis dalam keperawatan jiwa).
  • Sociocultural context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan sosial budaya dalam keperawatan jiwa).
  • Environmental context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan lingkungan dalam keperawatan jiwa).
  • Legal ethical context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan legal etika dalam keperawatan jiwa).
  • Implementing the nursing process : standards of care (penatalaksanaan proses keperawatan : dengan standar- standar perawatan).
  • Actualizing the Psychiatric Nursing Role : Professional Performance Standards (aktualisasi peran keperawatan jiwa: melalui penampilan standar-standar professional)

1.6 PERKEMBANGAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA
Menangani klien yang memiliki masalah sikap, perasaan dan konflik

Pencegahan primer

Penanganan multidisiplin

Spesialisasi keperawatan jiwa

  1. DULU
    Pasien Gangguan Jiwa dianggap sampah, memalukan dipasung
  2. SEKARANG
    –  Meningkatkan Iptek

–  Pengetahuan masyarakat tentang gangguan jiwa meningkat

–  Perlu pemahaman tentang human right

– Penting meningkatkan mutu pelayanan dan perlindungan konsumen.

model pendekatan keperawatan jiwa

Model View of behavioral deviation Therapeutic process Roles of a patient & therapist
Psychoanalytical

(freud, Erickson)

Ego tidak mampu mengontrol ansietas, konflik tidak selesai Asosiasi bebas & analisa mimpi

Transferen untuk memperbaiki traumatic masa lalu

Klien: mengungkapkan semua pikiran & mimpi

Terapist : menginterpretasi pikiran dan mimpi pasien

Interpersonal

(Sullivan, peplau)

Ansietas timbul & dialami secara interpersonal, basic fear is fear of rejection Build feeling security

Trusting relationship & interpersonal satisfaction

Patient: share anxieties

Therapist : use empathy & relationship

Social(caplan,szasz) Social & environmental factors create stress, which cause anxiety &symptom Environment manipulation & social support Pasien: menyampaikan masalah menggunakan sumber yang ada di masyarakat

Terapist: menggali system social klien

Existensial

(Ellis, Rogers)

Individu gagal menemukan dan menerima diri sendiri Experience in relationship, conducted in group

Encouraged to accept self & control behavior

Klien: berperan serta dalam pengalaman yang berarti untuk mempelajari diri

Terapist: memperluas kesadaran diri klien

Supportive Therapy

(Wermon,Rockland)

    Faktor biopsikososial & respon maladaptive saat ini Menguatkan respon koping adaptif Klien: terlibat dalam identifikasi coping

Terapist: hubungan yang hangta dan empatik

Medical

(Meyer,Kreaplin)

 Combination from physiological, genetic, environmental & social  Pemeriksaan diagnostic, terapi somatic, farmakologik & teknik interpersonal Klien:menjalaniprosedur diagnostic & terapi jangka panjang

Terapist : Therapy, Repport effects,Diagnoseillness, Therapeutic Approach

Berdasarkan konseptual model keperawatan diatas, maka dapat dikelompokkan ke dalam 6 model yaitu:

  1. Psycoanalytical (Freud, Erickson)

Model ini menjelaskan bahwa gangguan jiwa dapt terjadi pada seseorang apabila ego(akal) tidak berfungsi dalam mengontrol id (kehendak nafsu atau insting). Ketidakmampuan seseorang dalam menggunakan akalnya (ego) untuk mematuhi tata tertib, peraturan, norma, agama(super ego/das uber ich), akan mendorong terjadinya penyimpangan perilaku (deviation of Behavioral).

Faktor penyebab lain gangguan jiwa dalam teori ini adalah adanya konflik intrapsikis terutama pada masa anak-anak. Misalnya ketidakpuasan pada masa oral dimana anak tidak mendapatkan air susu secara sempurna, tidak adanya stimulus untuk belajar berkata- kata, dilarang dengan kekerasan untuk memasukkan benda pada mulutnya pada fase oral dan sebagainya. Hal ini akan menyebabkan traumatic yang membekas pada masa dewasa.

Proses terapi pada model ini adalah menggunakan metode asosiasi bebas dan analisa mimpi, transferen untuk memperbaiki traumatic masa lalu. Misalnya klien dibuat dalam keadaan ngantuk yang sangat. Dalam keadaan tidak berdaya pengalaman alam bawah sadarnya digali dengamn pertanyaan-pertanyaan untuk menggali traumatic masa lalu. Hal ini lebih dikenal dengan metode hypnotic yang memerlukan keahlian dan latihan yang khusus.

Dengan cara demikian, klien akan mengungkapkan semua pikiran dan mimpinya, sedangkan therapist berupaya untuk menginterpretasi pikiran dan mimpi pasien.

Peran perawat adalah berupaya melakukan assessment atau pengkajian mengenai keadaan-keadaan traumatic atau stressor yang dianggap bermakna pada masa lalu misalnya ( pernah disiksa orang tua, pernah disodomi, diperlakukan secar kasar, diterlantarkan, diasuh dengan kekerasan, diperkosa pada masa anak), dengan menggunakan pendekatan komunikasi terapeutik setelah terjalin trust (saling percaya).

  1. Interpersonal ( Sullivan, peplau)

Menurut konsep model ini, kelainan jiwa seseorang bias muncul akibat adanya ancaman. Ancaman tersebut menimbulkan kecemasan (Anxiety). Ansietas timbul dan alami seseorang akibat adanya konflik saat berhubungan dengan orang lain (interpersonal). Menurut konsep ini perasaan takut seseorang didasari adnya ketakutan ditolak atau tidak diterima oleh orang sekitarnya.

Proses terapi menurut konsep ini adalh Build Feeling Security (berupaya membangun rasa aman pada klien), Trusting Relationship and interpersonal Satisfaction (menjalin hubungan yang saling percaya) dan membina kepuasan dalam bergaul dengan orang lain sehingga klien merasa berharga dan dihormati.

Peran perawat dalam terapi adalah share anxieties (berupaya melakukan sharing mengenai apa-apa yang dirasakan klien, apa yang biasa dicemaskan oleh klien saat berhubungan dengan orang lain), therapist use empathy and relationship ( perawat berupaya bersikap empati dan turut merasakan apa-apa yang dirasakan oleh klien). Perawat memberiakan respon verbal yang mendorong rasa aman klien dalam berhubungan dengan orang lain.

  1. Social ( Caplan, Szasz)

Menurut konsep ini seseorang akan mengalami gangguan jiwa atau penyimpangan perilaku apabila banyaknya factor social dan factor lingkungan yang akan memicu munculnya stress pada seseorang ( social and environmental factors create stress, which cause anxiety and symptom).

Prinsip proses terapi yang sangat penting dalam konsep model ini adalah environment manipulation and social support ( pentingnya modifikasi lingkungan dan adanya dukungan sosial)

Peran perawat dalam memberikan terapi menurut model ini adalah pasien harus menyampaikan masalah menggunakan sumber yang ada di masyarakat melibatkan teman sejawat, atasan, keluarga atau suami-istri. Sedangkan therapist berupaya : menggali system sosial klien seperti suasana dirumah, di kantor, di sekolah, di masyarakat atau tempat kerja.

  1. Existensial ( Ellis, Rogers)

Menurut teori model ekistensial gangguan perilaku atau gangguan jiwa terjadi bila individu gagal menemukan jati dirinya dan tujuan hidupnya. Individu tidak memiliki kebanggan akan dirinya. Membenci diri sendiri dan mengalami gangguan dalam Bodi-image-nya

Prinsip dalam proses terapinya adalah : mengupayakan individu agar berpengalaman bergaul dengan orang lain, memahami riwayat hidup orang lain yang dianggap sukses atau dapat dianggap sebagai panutan(experience in relationship), memperluas kesadaran diri dengan cara introspeksi (self assessment), bergaul dengan kelompok sosial dan kemanusiaan (conducted in group), mendorong untuk menerima jatidirinya sendiri dan menerima kritik atau feedback tentang perilakunya dari orang lain (encouraged to accept self and control behavior).

Prinsip keperawatannya adalah : klien dianjurkan untuk berperan serta dalam memperoleh pengalaman yang berarti untuk memperlajari dirinya dan mendapatkan feed back dari orang lain, misalnya melalui terapi aktivitas kelompok. Terapist berupaya untuk memperluas kesadaran diri klien melalui feed back, kritik, saran atau reward & punishment.

  1. Supportive Therapy ( Wermon, Rockland)

Penyebab gangguan jiwa dalam konsep ini adalah: factor biopsikososial dan respo maladaptive saat ini. Aspek biologisnya menjadi masalah seperti: sering sakit maag, migraine, batuk-batuk. Aspek psikologisnya mengalami banyak keluhan seperti : mudah cemas, kurang percaya diri, perasaan bersalah, ragu-ragu, pemarah. Aspek sosialnya memiliki masalah seperti : susah bergaul, menarik diri,tidak disukai, bermusuhan, tidak mampu mendapatkan pekerjaan, dan sebagainya. Semua hal tersebut terakumulasi menjadi penyebab gangguan jiwa. Fenomena tersebut muncul akibat ketidakmamupan dalam beradaptasi pada masalah-masalah yang muncul saat ini dan tidak ada kaitannya dengan masa lalu.

Prinsip proses terapinya adalah menguatkan respon copinh adaptif, individu diupayakan mengenal telebih dahulu kekuatan-kekuatan apa yang ada pada dirinya; kekuatan mana yang dapat dipakai alternative pemecahan masalahnya.

Perawat harus membantu individu dalam melakukan identifikasi coping yang dimiliki dan yang biasa digunakan klien. Terapist berupaya menjalin hubungan yang hangat dan empatik dengan klien untuk menyiapkan coping klien yang adaptif.

  1. Medica ( Meyer, Kraeplin)

Menurut konsep ini gangguan jiwa cenderung muncul akibat multifactor yang kompleks meliputi: aspek fisik, genetic, lingkungan dan factor sosial. Sehingga focus penatalaksanaannya harus lengkap melalui pemeriksaan diagnostic, terapi somatic, farmakologik dan teknik interpersonal. Perawat berperan dalam berkolaborasi dengan tim medis dalam melakukan prosedur diagnostic dan terapi jangka panjang, therapist berperan dalam pemberian terapi, laporan mengenai dampak terapi, menentukan diagnose, dan menentukan jenis pendekatan terapi yang digunakan.

1.8  PERAN PERAWAT KESEHATAN JIWA

  • Pengkajian yg mempertimbangkan budaya
  • Merancang dan mengimplementasikan rencana tindakan
  • Berperan serta dlm pengelolaan kasus
  • Meningkatkan dan memelihara kesehatan mental, mengatasi pengaruh penyakit mental – penyuluhan dan konseling
  • Mengelola dan mengkoordinasikan sistem pelayanan yang mengintegrasikan kebutuhan pasien, keluarga staf dan pembuat kebijakan
  • Memberikan pedoman pelayana kesehatan.

1.9  ASUHAN YANG KOMPETEN BAGI PERAWAT JIWA ( COMPETENT OF CARING )

  • Pengkajian biopsikososial yang peka terhadap budaya.
  • Merancang dan implementasi rencana tindakan untuk klien dan keluarga.
  • Peran serta dalam pengelolaan kasus: mengorganisasikan, mengkaji, negosiasi, koordinasi pelayanan bagi individu dan keluarga.
  • Memberikan pedoman pelayanan bagi individu, keluarga, kelompok, untuk menggunakan sumber yang tersedia di komunitas kesehatan mental, termasuk pelayanan terkait, teknologi dan sistem sosial yang paling tepat.
  • Meningkatkan dan memelihara kesehatanmental serta mengatasi pengaruh penyakit mental melalui penyuluhan dan konseling.
  • Memberikan askep pada penyakit fisik yang mengalami masalah psikologis dan penyakit jiwa dengan masalah fisik.
  • Mengelola dan mengkoordinasi sistem pelayanan yang mengintegrasikan kebutuhan klien, keluarga, staf, dan pembuat kebijakan.

Daftar Pustaka

Keliat, Budi Anna;Panjaitan;Helena. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Ed.2. Jakarta: EGC.

Stuart, Gail W.2007.Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.

Suliswati, 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC

Yosep,Iyus.2007. Keperawatan Jiwa. Jakarta: PT. Refika Aditama.

Keperawatan

Gangguan Jiwa Bipolar/ maniak 
 
Perasaan senang dan sedih muncul secara tidak menentu dan berlangsung tiba-tiba termasuk dalam kategori gangguan penyakit jiwa bipolar. Bipolar itu sendiri adalah gangguan afektif  bipolar. Mood atau keadaan emosi internal merupakan penyebab utama dari gangguan ini. Biasanya gangguan ini berujung pada kematian. Bipolar memiliki dua kutub, yaitu manik dan depresi. Gangguan ini bersifat episode yang cenderung berulang, menunjukkan suasana perasaan atau mood dan tingkat aktivitas yang terganggu. Kadang penderita memiliki perasaan atau yang bisa disebut sebagai mood meninggi, energi dan aktivitas fisik dan mental meningkat atau episode manik atau hipomanik. Pada waktu lain berupa  penurunan mood, energi dan aktivitas dan mental berkurang (episode depresi). Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara dua minggu sampai lima  bulan. Sedangkan depresi cenderung berlangsung lebih lama. Episode hipomanik mempunyai derajat yang lebih ringan daripada manik. Mereka yang mengalami gangguan bipolar ini beralih dari perasaan sangat senang dan gembira ke perasaan sangat sedih atau sebaliknya. Dua kutub mood tinggi dan rendah, saling bergantian. Di antara episode peralihan mood ini bisa saja orang megalami mood yang normal. Bisa dikatakan bahwa insiden gangguan bipolar tidak tinggi antara 0,3-1,5 persen. Tapi angka tersebut  belum termasuk yang misdiagnosis.
Gangguan jiwa bipolar saat ini sudah menjangkiti sekitar 10 hingga 12 persen remaja di luar negeri. Di beberapa kota di Indonesia juga mulai dilaporkan penderita berusia remaja. Risiko kematian terus membayangi penderita bipolar dan itu lebih karena mereka mengambil  jalan pintas. Episode pertama bisa timbul mulai dari mata kanak-kanak sampai tua. Kebanyakan kasus terjadi  pada dewasa muda berusia 20-30 tahun. Semakin dini seseorang menderita bipolar, risiko  penyakit akan lebih berat, berkepanjangan, bahkan sering kambuh. Sementara anak-anak  berpotensi mengalami perkembangan gangguan ini ke dalam bentuk yang lebih parah dan sering  bersamaan dengan gangguan hiperaktif defisit atensi. Orang yang berisiko mengalami gangguan bipolar adalah mereka yang mempunyai anggota keluarga mengidap penyakit bipolar.
Penyebab 
 Penyebab gangguan ini, tidak diketahui secara pasti. Faktor genetika, dan faktor psikososial. Para  peneliti pun mengatakan bahwa terjadi disregulasi heterogen dari neurotransmitter atau zat kimia di otak. Gangguan jiwa bipolar adalah penyakit gangguan jiwa yang bukan disebabkan tekanan  psikologis, melainkan karena terjadinya gangguan keseimbangan pada otak. Bipolar terjadi secara biologis berupa gangguan di neurotransmitter otak yang berfungsi mengatur keseimbangan. Faktor genetika dinilai melalui suatu mekanisme gen yang kompleks, sedangkan peristiwa- peristiwa kehidupan dan stres lingkungan merupakan faktor psikososial yang sering mendahului episode pertama dari gangguan bipolar tersebut.
Manifestasi Klinis 
 Gejala manik biasanya ditandai dengan perasaan gembira yang berlebihan, seperti perubahan mendadak dari perasaan gembira menjadi tiba-tiba marah, keresahan, tutur kata cepat dan konsentrasi kurang, energi yang meningkat dan keinginan tidur kurang, dorongan seksualitas tinggi, cenderung membuat rencana besar dan sulit dicapai, cenderung kurang dalam memberikan penilaian terhadap sesuatu, penyalahgunaan obat dan alkohol, dan impulsivitas meningkat. Sedangkan gejala depresi biasanya ditunjukkan dengan kesedihan, kehilangan energi, perasaan  putus asa atau tak berarti, hilangnya kegembiraan terhadap hal yang belum dirasa menyenangkan, sulit berkonsentrasi, menangis tak terkendali, sulit mengambil keputusan, lekas marah, insomnia, perubahan nafsu makan, berfikir dan mencoba untuk melakukan bunuh diri. Gangguan bipolar ini juga bisa terjadi pada laki-laki maupun perempuan. Perempuan dengan gangguan bipolar mengalami peralihan mood yangn lebih cepat.
Jika penderita sedang mencapai klimaks maka dia akan cenderung untuk melakukan semua aktivitas dan tidak pernah berada di rumah. Namun sebaliknya, suatu saat ketika dia sedang mencapai tahap titik antiklimaks (penurunan) maka dia cenderung untuk selalu berdiam diri di rumah.
Diagnosis 
 Sebelum melakukan penanganan terhadap gangguan bipolar, biasanya terlebih dahulu dilakukan diagnosa dengan memperhatikan secara seksama gejala, tingkat ketakutan, angka waktu, dan frekuensi. Dan gejala yang paling mudah untuk dikenali adalah gejala peralihan mood yang tinggi (dari yang tinggi ke rendah) yang tidak berpola.
Penanganan Bipolar 
 Penyakit bipolar bisa disembuhkan dengan menggunakan obat dan terapi. Bipolar bisa sembuh melalui farmakoterapi dan psikoterapi. Kedua penyembuhan tersebut juga harus bersinergi atau tidak cukup hanya diobati, tetapi juga harus ada terapi. Gangguan bipolar ini merupakan gangguan jangka panjang yang membutuhkan penanganan komprehensif. Mereka yang memiliki empat atau lebih perubahan mood dalam setahun lebih sulit untuk ditangani. Seorang pasien yang mengalami gangguan bipolar bisa sembuh. Dalam empat fase itu pasien  bisa menjalankan terapi. Tapi jika tak berhasil atau mebahayakan, diperlukan penanganan khusus di rumah sakit khusus atau tempat rehabilitasi mental. Biasanya psikoterapi berupa terapi  perilaku-kognitif menjadi pilihan. Sudah lebih dari 50 tahun lithium digunakan sebagai terapi gangguan bipolar. Efektivitasnya telah terbukti pada 60-80 persen pasien. Terapi ini bisa menekan angka kematian karena bunuh diri dan ongkos perawatan. Farmakoterapi adalah pemberian obat-obatan jenis mood stabilizer ditambah obat-obatan gol antipsikotik sesuai dengan gambaran klinis yang ditunjukkan oleh penderita tersebut. Antipsikotik lebih baik daripada lithium pada sebagian penderita gangguan bipolar. Perhatian ekstra harus dilakukan bila hendak merencanakan pemberian antipsikotik jangka  panjang terutama generasi pertama atau golongan tipikal karena dapat menimbulkan beberapa efek samping. Penderita harus kontrol secara teratur, minum obat secara teratur, dan kemampuan mengenali gejala-gejala merupakan kunci utama pencegahannya.

Artikel

Upaya Meningkatkan Profesionalisme Perawat

Selasa, 20 Januari, 2004 oleh: Gsianturi Upaya Meningkatkan Profesionalisme Perawat
Gizi.net – Dari Simposium Keperawatan RS Husada
Upaya Meningkatkan Profesionalisme Perawat

Sebut satu saja pekerjaan yang sangat mulia, jawaban yang mungkin paling banyak muncul adalah perawat. Betapa tidak, merawat pasien yang sedang sakit adalah pekerjaan yang sangat sulit. Tak semua orang bisa memiliki kesabaran dalam melayani orang yang tengah menderita penyakit.

Namun, perawat sebagai profesi dan bagian integral dari pelayanan kesehatan tidak saja membutuhkan kesabaran. Kemampuannya untuk ikut mengatasi masalah-masalah kesehatan tentu harus juga bisa diandalkan.
Demikian dikemukakan pakar Keperawatan Murni Suliantoro dalam simposium bertema ”Upaya Memajukan Profesionalisme dan Praktik Keperawatan” yang berlangsung di Rumah Sakit Husada, pekan lalu.
Untuk mewujudkan keperawatan sebagai profesi yang utuh, menurut Murni, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Setiap perawat harus mempunyai ”body of knowledge” yang spesifik, memberikan pelayanan kepada masyarakat melalui praktik keprofesian yang didasari motivasi altruistik, mempunyai standar kompetensi dan kode etik profesi. Para praktisi dipersiapkan melalui pendidikan khusus pada jenjang pendidikan tinggi.

Simposium yang menampilkan para pakar di bidang keperawatan dan kesehatan ini membahas juga pelaksanaan keperawatan profesional terkini, isu etik dan spiritual dalam asuhan keperawatan, pemahaman profesionalisme dalam keperawatan dan pemeliharaan kualitas rekam medis dalam menunjang peningkatan mutu pelayanan kesehatan.

Kerangka Kerja
International Council of Nurses (ICN) mengeluarkan kerangka kerja kompetensi bagi perawat yang mencakup tiga bidang, yaitu bidang Professional, Ethical and Legal Practice, bidang Care Provision and Management dan bidang Professional Development. Kerangka kerja ini menurut Murni kini menjadi acuan dalam menyusun standar kompetensi perawat di Indonesia.

Budi Sampurna, Pakar Hukum Kesehatan dari Universitas di Indonesia, mengemukakan bahwa setiap profesi pada dasarnya memiliki tiga syarat utama, yaitu kompetensi yang diperoleh melalui pelatihan yang ekstensif, komponen intelektual yang bermakna dalam melakukan tugasnya, dan memberikan pelayanan yang penting kepada masyarakat.
Sikap yang terlihat pada profesionalisme adalah profesional yang bertanggung jawab dalam arti sikap dan pelaku yang akuntabel kepada masyarakat, baik masyarakat profesi maupun masyarakat luas. Beberapa ciri profesionalisme tersebut merupakan ciri profesi itu sendiri, seperti kompetensi dan kewenangan yang selalu sesuai dengan tempat dan waktu, sikap yang etis sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh profesinya dan khusus untuk profesi kesehatan ditambah dengan sikap altruis (rela berkorban).

Kemampuan atau kompetensi, menurut Budi, diperoleh seorang profesional dari pendidikan atau pelatihannya, sedangkan kewenangan diperoleh dari penguasa atau pemegang otoritas di bidang tersebut melalui pemberian izin.

Kewenangan itu, ungkap Budi, memang hanya diberikan kepada mereka yang memiliki kemampuan. Namun, memiliki kemampuan tidak berarti memiliki kewenangan. Seperti juga kemampuan yang didapat secara berjenjang, kewenangan yang diberikan juga berjenjang.
Dalam profesi kesehatan hanya kewenangan yang bersifat umum saja yang diatur oleh Departemen Kesehatan sebagai penguasa segala keprofesian di bidang kesehatan dan kedokteran. Sementara itu, kewenangan yang bersifat khusus dalam arti tindakan kedokteran atau kesehatan tertentu diserahkan kepada profesi masing-masing.
Dijelaskan Budi, kompetensi dalam keperawatan berarti kemampuan khusus perawat dalam bidang tertentu yang memiliki tingkat minimal yang harus dilampaui.

Kewenangan berkaitan dengan izin melaksanakan praktik profesi. Kewenangan memiliki dua aspek, yakni kewenangan material dan kewenangan formal. Kewenangan material diperoleh sejak seseorang memiliki kompetensi dan kemudian teregistrasi (registered nurse) yang disebut Surat Ijin Perawat atau SIP.
Sedangkan kewenangan formal adalah izin yang memberikan kewenangan kepada penerimanya untuk melakukan praktik profesi perawat yaitu Surat Ijin Kerja (SIK) bila bekerja di dalam suatu institusi dan Surat Ijin Praktik Perawat (SIPP) bila bekerja secara perorangan atau berkelompok.

Murni mengatakan profesi keperawatan di Indonesia mempunyai peluang sekaligus tantangan dalam menunjukkan profesionalismenya. Cepat atau lamban pengakuan dan penghargaan terhadap profesi keperawatan tergantung pada kemampuan dan kemampuan setiap perawat dalam menghadapi masalah-masalah keperawatan baik dalam skala mikro maupun makro.

Hal yang tidak kalah penting, kata Murni, adalah penyelenggaraan pendidikan yang bertanggung jawab. Dalam pengabdiannya, perawat dituntut bekerja secara profesional, memiliki sifat ”caring”, bertanggung jawab dan bertanggung gugat. Setiap perawat harus berusaha selalu meningkatkan kemampuannya baik dari segi keterampilan di mana era globalisasi diharapkan kemampuan profesionalisme perawat dengan basis kompetensi seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan. (tom)

Sumber:
http://www.sinarharapan.co.id/iptek/kesehatan/2004/0116/kes2.html

artikel keperawatan

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Seiring dengan berjalannya waktu profesi sebagai seorang perawat adalah profesi yang dituntut untuk mengembangkan dirinya untuk berpartisipasi aktif dalam sistem pelayanan kesehatan. Banyak hak-hak yang harus dilakukan seorang perawat agar dapat menjadi tenaga keperawatan yang mempunyai kualitas. Tidak hanya seorang perawat yang mempunyai hak-hak tetapi seorang pasien juga mempunyai hak-hak untuk mendapatkan kebutuhan yang diperlukan oleh pasien. Ada beberapa jenis hak yang dibutuhkan oleh seorang pasien yaitu Hak untuk memilih/kebebasan, Hak kesejahteraan, Hak legislatif.

B.     Rumusan Masalah

1.      Pengertian Tantangan Profesi Keperawatan dan Hak Pasien

2.      Klasifikasi Tantangan dalam Keperawatan

3.      Jenis – Jenis Hak Pasien

4.      Syarat yang Mempengaruhi Penentuan Hak-Hak Pasien

5.      Hak – Hak Pasien

C.    Tujuan

1.      Mengetahui pengertian tantangan profesi dan hak pasien

2.      Menjabarkan klasifikasi tantangan dalam keperawatan

3.      Menjelaskan jenis – jenis hak pasien

4.      Mengetahui syarat yang mempengaruhi hak – hak pasien

5.      Menjabarkan hak – hak pasien

D.    Pembatasan Masalah

Karena masalah mengenai tantangan hak – hak pasien sangat luas , maka kelompok kami hanya membahas tentang pengertian , klasifikasi, jenis – jenis, syarat – syarat, dan hak – hak pasien.

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Tantangan Profesi Keperawatan dan Hak Pasien

Tantangan profesi keperawatan adalah profesi yang sudah mendapatkan pengakuan dari profesi lain, dituntut untuk mengembangkan dirinya untuk berpartisipasi aktif dalam sistem pelayanan kesehatan agar keberadaannya mendapat pengakuan dari masyarakat. Untuk mewujudkan pengakuan tersebut, maka perawat masih harus memperjuangkan langkah-langkah profesionalisme sesuai dengan keadaan dan lingkungan sosial.

Tantangan internal profesi keperawatan adalah meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) tenaga keperawatan sejalan dengan telah disepakatinya keperawatan sebagai suatu profesi pada lokakarya nasional keperawatan tahun 1983, sehingga keperawatan dituntut untuk memberikan pelayanan yang bersifat professional.

Tantangan eksternal profesi keperawatan adalah kesiapan profesi lain untuk menerima paradigma baru yang kita bawa.

Hak adalah tuntutan seseorang terhadap sesuatu yang merupakan kebutuhan pribadinya sesuai dengan keadilan, moralitas dan legalitas. Setiap manusia mempunyai hak asasi untuk berbuat, menyatakan pendapat, memberikan sesuatu kepada orang lain dan menerima sesuatu dari orang lain atau lembaga tertentu.

Hak-hak pasien dan perawat pada prinsipnya tidak terlepas pula dengan hak-hak manusia atau lebih dasar lagi hak asasi manusia. Hak asasi manusia tidak tanpa batas dan merupakan kewajiban setiap negara/pemerintah untuk menentukan batas-batas kemerdekaan yang dapat dilaksanakan dan dilindungi dengan mengutamakan kepentingan umum.

B.     Klasifikasi Tantangan dalam Keperawatan

Klasifikasi dari tantangan keliputan antara lain :

1.      Terjadi pergeseran pola masyarakat Indonesia

a)      Pergeseran pola masyarakat agrikultural ke masyarakat industri dan masyarakat tradisional berkembang menjadi masyarakat maju.

b)      Pergeseran pola kesehatan yaitu adanya penyakit dengan kemiskinan seperti infeksi, penyakit yang disebabkan oleh kurang gizi dan pemukiman yang tidak sehat, adanya penyakit atau kelainan kesehatan akibat pola hidup modern.

c)      Pergerakan umur harapan hidup juga mengakibatkan masalah kesehatan yang terkait dengan masyarakat lanjut usia seperti penyakit generatif.

2.      Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

Perkembangan IPTEK menuntut kemampuan spesifikasi dan penelitian bukan saja dapat memanfaatkan IPTEK, tetapi juga untuk menapis dan memastikan IPTEK sesuai dengan kebutuhan dan social budaya masyarakat Indonesia yang akan diadopsi. IPTEK juga berdampak pada biaya kesehatan yang makin tinggi dan pilihan tindakan penanggulangan masalah kesehatan yang makin banyak dan kompleks selain itu dapat menurunkan jumlah hari rawat. Penurunan jumlah hari rawat mempengaruhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang lebih berfokus kepada kualitas bukan hanya kuantitas, serta meningkatkankebutuhan untuk pelayanan / asuhan keperawatan di rumah dengan mengikutsetakan klien dan keluarganya.

3.      Globalisasi dalam pelayanan kesehatan

Globalisasi yang akan berpengaruh terhadp perkembangan pelayanan kesehatan termasuk pelayanan keperawatan ada 2 yaitu ;

a)      Tersedianya alternatif pelayanan

b)      Persaingan penyelenggaraan pelayanan untuk menarik minat pemakai jasa pemakai kualitas untuk memberikan jasa pelayanan kesehatan yang terbaik.

4.      Tuntutan profesi keperawatan

Keyakinan bahwa keperawatan merupakan profesi harus disertai dengan realisasi pemenuhan karakteristik keperawatan sebagai profesi yang disebut dengan professional.

C.    Jenis – Jenis Hak Pasien

1.      Hak untuk memilih/kebebasan

Yaitu hak orang-orang untuk hidup sesuai dengan pilihannya dalam batas-batas yang telah ditentukan.

Contoh :

Seorang perawat wanita yang bekerja dirumah sakit dapat mempergunakan seragam yang diiginkan (haknya) asalkan berwarna putih bersih dan sopan sesuai dengan batas-batas. Batas-batas ini merupakan kebijakan RS dan suatu norma yang ditetapkan perawat.

2.      Hak Kesejahteraan

Yaitu hak-hak yang diberikan secara hukum untuk untuk hal-hal yang merupakan standar keselamatan spesifik dalam suatu bangunan atauwilayah tertentu.

Contoh :

Hak pasien untuk memperoleh asuhan keperawatan, hak penduduk memperoleh air bersih, dan lain-lain.

3.      Hak legislatif

Yaitu hak yang diterapkan oleh hukum berdasarkan konsep keadilan.

Contoh :

Seorang wanita mempunyai hak legal untuk tidak diperlakukan semena-mena oleh suaminya.

Bandman dan Bandman (1986) menyatakan bahwa hak legislatif mempunyai 4 peranan  dimasyarakat yaitu membuat peraturan, mengubah peraturan, membatasi moral terhadap peraturan yang tidak adil, memberikan keputusan pengadilan atau menyelesaikan perselisihan.

D.    Syarat yang Mempengaruhi Penentuan Hak-Hak Pasien

1.       Kebebasan untuk menggunakan hak yang dipilih oleh seseorang lain, orang yang bersangkutan tidak disalahkan atau dihukum karena menggunakan atau tidak menggunakan hak tersebut.

Contoh :

Pasien mempunyai hak untuk pengobatan yang ditetapkan oleh dokter, tapi dia mempunyai hak untuk menerima atau menolak pengobatan tersebut.

2.       Seseorang mempunyai tugas untuk memberikan kemudahan bagi orang lain untuk menggunakan hak-haknya.

Contoh :

Perawat mempunyai tugas untuk meyakinkan dan melindungi hak paisen untuk mendapatkan pengobatan.

3.       Hak harus sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan, yaitu persamaan, tidak memihak dan kejujuran.

Contoh :

Semua pasien mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pengobatan dan perawatan.

4.       Hak untuk dapat dilaksanakan.

Contoh :

Dibeberapa Rs, para penentu kebijakan mempunyai tugas untuk memastikan bahwa pemberian hak-hak asasi manusia dilaksanakan untuk semua pasien.

5.       Apabila hak seseorang bersifat membahayakan, maka hak tersebut dapat dikesampingkan atau ditolak dan orang tersebut akan diberi kompensasi atau pengganti.

Contoh :

Apabila nama pasien tertunda dari jadwal pembedahan dengan tidak disengaja, pasien dikompensasikan untuk ditempatkan bagian tertas dari daftar pembedahan berikutnya (bila terjadi kekeliruan )

E.     Hak – Hak Pasien

1.      Hak memberikan consent (persetujuan)

Consent mengandung arti suatu tindakan atau aksi beralasan yang diberikan tanpa paksaan oleh seseorang yang memiliki pengetahuan yang cukup tentang keputusan yang ia berikan, dimana secara hukum orang tersebut secara hukum mampu memberikan consent. Consent diterapkan pada prinsip bahwa setiap manusia dewasa mempunyai hak untuk menentukan apa yang harus dilakukan terhadapnya. Kriteria consent yang sah :

a.       Tertulis

b.      Ditandatangani oleh pasien atau orang yang bertanggung jawab terhadapnya

c.       Hanya ada salah satu prosedur yang tepat dilakukan

d.      Memenuhi beberapa elemen penting : penjelasan kondisi, prosedur dan konsekuensinya, penanganan atau prosedur alternative, manfaat yang diharapkan, Tawaran diberikan oleh pasien dewasa yang secara fisik dan mental mampu membuat keputusan

2.      Hak untuk memilih mati

Keputusan tentang kematian dibuat berdasarkan standar medis oleh dokter, salah satu kriteria kematian adalah mati otak atau brain death. Hak untuk memilih mati sering bertolak belakang dengan hak untuk tetap mempertahankan hidup.

3.      Hak perlindungan bagi orang yang tidak berdaya

Yang dimaksudkan dengan golongan orang yang tidak berdaya disini adalah orang dengan gangguan mental dan anak-anak dibawah umur serta remaja dimana secara hukum mereka tidak dapat membuat keputusan tentang nasibnya sendiri, serta golongan usia lanjut yang sudah mengalami gangguan pola berpikir maupun kelemahan fisik.

4.      Hak pasien dalam penelitian

Penelitian sering dilakukan dengan melibatkan pasien. Setiap penelitian misalnya penggunaan obat atau cara penanganan baru yang melibakan pasien harus memperhatikan aspek hak pasien. Sebelum pasien terlibat, kepada mereka harus diberikan informasi secara jelas tentang percobaan yang dilakukan, bahaya yang timbul dan kebebasan pasien untuk menolak atau menerima untuk berpartisipasi. Apabila perawat berpartisipasi dalam penelitian yang melibatkan pasien, maka perawat harus yakin bahwa hak pasien tidak dilanggar baik secara etik maupun hukum. Untuk itu perawat harus memahami hak-hak pasien : membuat keputusan sendiri untuk berpartisipasi, mendapat informasi yang lengkap, menghentikan partisipasi tanpa sangsi, mendapat privasi, bebas dari bahaya atau resiko cidera, percakapan tentang sumber-sumber pribadi dan hak terhindar dari pelayanan orang yang tidak kompeten.

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Kesimpulannya bahwa Tantangan profesi keperawatan adalah suatu profesi yang sudah mendapatkan pengakuan dari profesi lain, dituntut untuk mengembangkan dirinya untuk berpartisipasi aktif dalam sistem pelayanan kesehatan agar keberadaannya mendapat pengakuan dari masyarakat. Hak-hak pasien dan perawat pada prinsipnya tidak terlepas pula dengan hak-hak manusia atau lebih dasar lagi hak asasi manusia. Hak asasi manusia tidak tanpa batas dan merupakan kewajiban setiap negara/pemerintah untuk menentukan batas-batas kemerdekaan yang dapat dilaksanakan dan dilindungi dengan mengutamakan kepentingan umum.

B.     Saran

Sarannya adalah untuk mewujudkan pengakuan tersebut, maka perawat masih harus memperjuangkan langkah-langkah profesionalisme sesuai dengan keadaan dan lingkungan sosial.

DAFTAR PUSTAKA

Hak Pasien dan Perawat

http://spesialisbedah.com/2010/01/hak-hak-pasien/

http://stikeskabmalang.wordpress.com/2009/09/19/berbagai-tantangan-dalam-profesi-keperawatan/